Wisata Sejarah Menelusuri Jejak Timah di Pulau Bangka

wisata-sejarah-menelusuri-jejak-timah-di-pulau-bangka

Wisata Sejarah Menelusuri Jejak Timah di Pulau Bangka. Di akhir 2025, wisata sejarah timah di Pulau Bangka makin ramai karena orang mulai bosan sama pantai doang. Bangka memang terkenal pasir putih dan batu granit, tapi di balik itu ada cerita ratusan tahun tentang timah yang bikin pulau ini jadi salah satu penyuplai terbesar dunia sejak abad ke-18. Dari tambang raja-raja Melayu, masa kolonial Belanda, sampai era modern, jejaknya masih utuh dan bisa dikunjungi. Tahun ini pengunjung naik hampir 30% berkat paket “Bangka Heritage Trail” yang baru diluncurkan. Yuk telusuri tiga spot wajib yang bikin kamu paham kenapa Bangka disebut “pulau timah”. BERITA BASKET

Open Pit Nam Salu dan Kolong Kaolin: Wisata Sejarah Menelusuri Jejak Timah di Pulau Bangka

Mulai dari Open Pit Nam Salu di Pangkal Pinang, tambang terbuka terbesar yang masih aktif tapi sudah dibuka sebagian untuk wisata edukasi. Lubang raksasa berdiameter hampir 2 km dan kedalaman 200 meter ini dulunya tambang Belanda tahun 1920-an. Dari atas bukit pengamatan, kamu bisa lihat alat berat raksasa masih bekerja, sekaligus foto di tepi kolong berwarna biru toska yang kontras dengan tanah merah.

Tak jauh dari situ, ada kolong kaolin – danau buatan bekas tambang yang airnya putih susu karena endapan kaolin. Tempat ini jadi spot foto viral karena warnanya kayak cappuccino raksasa, dan sekarang dilengkapi jembatan kayu serta kafe terapung. Tiket masuk Rp25.000 sudah termasuk guide yang ceritakan bagaimana dulu penambang manual pakai dulang kayu.

Museum Timah Indonesia di Mentok: Wisata Sejarah Menelusuri Jejak Timah di Pulau Bangka

Di Muntok, Bangka Barat, ada Museum Timah Indonesia yang wajib masuk itinerary. Bangunan bergaya kolonial ini dulunya kantor perusahaan timah Belanda tahun 1914, sekarang jadi museum terlengkap soal sejarah timah Nusantara. Di dalam ada replika tambang bawah tanah, alat dulang tradisional, sampai dokumen asli perjanjian Belanda dengan Kesultanan Palembang tahun 1817. Koleksi paling menarik adalah “timah batangan” seberat 75 kg dari tahun 1800-an dan foto-foto penambang China yang datang massal era 1700-an.

Di halaman belakang ada kereta lori asli yang dulu angkut timah ke pelabuhan, sekarang bisa dinaiki anak-anak. Tiket masuk Rp15.000, buka setiap hari kecuali Senin.

Desa Penambang Tradisional Mapur dan Bukit Samak

Di Desa Mapur, Belitung Timur, masih ada penambang tradisional yang pakai cara lama: gali lubang kecil di tepi sungai, lalu dulang timah dengan kayu. Kamu bisa ikut nyemplung, coba dulang sendiri, dan beli timah mentah sebagai oleh-oleh. Warga setempat ramah, sering ajak masuk rumah panggung sambil cerita bagaimana dulu satu keluarga bisa dapat 10 kg timah sehari.

Dekat situ ada Bukit Samak, bukit kecil bekas tambang yang sekarang jadi taman edukasi. Di puncaknya ada patung penambang dan papan cerita bagaimana Bangka jadi penyuplai 30% timah dunia di tahun 1930-an. Sunset dari sini juga cantik, dengan latar belakang kolong-kolong biru yang berjejer.

Kesimpulan

Wisata sejarah timah Bangka bukan cuma soal foto di lubang raksasa atau museum, tapi soal memahami kenapa pulau kecil ini pernah jadi incaran kolonial dan sampai sekarang masih jadi tulang punggung ekonomi. Dari Open Pit Nam Salu yang megah sampai dulang tradisional di Mapur, setiap tempat ceritakan perjuangan, inovasi, dan warisan yang masih hidup. Di akhir 2025, Bangka bukan lagi cuma destinasi pantai – tapi juga destinasi sejarah yang bikin kamu pulang dengan cerita lebih dari sekadar “pantainya bagus”. Kalau ke Bangka, jangan lupa sisihkan satu hari untuk jejak timah – dijamin nggak nyesel.

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *